Dia buru-buru mengeluarkan motor menuju halaman rumah.
Menyalakan mesin dan bergegas pergi. Sudah menjelang maghrib, dan hujan belum
juga reda. Malah kian deras saja curahnya.
“Sebegitu pentingnya ya, hingga harus memaksakan diri menerobos kelebat hujan begini?”
aku membatin sendiri di tepi pintu.
Iya. Meskipun tanpa lisan, namun dalam hati aku selalu
membanding-bandingkan, dia rela pergi menerobos hujan untuk hal yang sama
sekali tidak penting sore ini. Tapi penantianku sia-sia, mengingat kemarin
lalu. Seminggu lamanya aku terbaring di rumah pesakitan. Tapi tak ada satu
haripun diantara hari itu, aku melihat wajahnya hadir diantara para penjenguk. Hmm,
ya tapi mungkin basi juga sih, ini bukan kali petama aku menginap di tempat
mengerikan itu. Bukan kali pertama juga menginjakkan kaki untuk check ini-itu.
Dan sudah jelas, bukan kali pertama menghadapi dinginnya meja operasi.
Jadi apa
dia juga menganggap ini mungkin sebagai satu tontonan, yang kalau sudah dilihat
sekali, untuk apa pula dilihat lagi? Aku tak mengharapkan pertanyaan ”Lagi mau
apa? Mau makan apa?”, sekedar saja dia muncul di ruangan itu, sudah lebih dari
cukup bagiku. Tapi, ah, sudahlah. Mungkin dia terlalu sibuk dengan urusannya
yang menurutku sama sekali tidak penting itu. Atau mungkin… Mungkin… Mungkin…
Ya,
mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar